Suara dari Balik Tribun

Kredit Foto : Footballtrophika


Gelaran liga 1 musim 2021-2022 resmi berakhir pada 31 Maret 2022 dengan Bali United yang keluar sebagai juaranya. Para penggemar sepak bola lokal memanfaatkan momen jeda peralihan musim dengan kembali menaruh fokus pada tim kebanggaan masing-masing. Begitu pun juga saya, seseorang dengan perhatian khusus terhadap tim kesebelasan asal kota pahlawan : Persebaya Surabaya.

Dari menyimak evaluasi yang dilakukan para pengamat, mengupdate informasi perihal kesiapan tim dalam mengarungi musim berikutnya, sampai membaca ulang sejarah tim yang demikian melimpah. Baik yang dikemas dalam bentuk postingan media sosial, artikel, maupun podcast. Di titik inilah, aktivitas literat yang saya lakukan mempertemukan saya dengan aneka bahasan menarik. Salah satunya, episode Bajolball Podcast yang diberi judul “Modernisasi, Politik dan Sepakbola”.

Selain pokok bahasan terlampau penting untuk dilewatkan oleh penggemar sepakbola lokal, episode kolaborasi Bajollball Podcast kali ini menjadi sesuatu tersendiri. Sebab ia adalah pranala yang mengantarkan saya pada perjumpaan dengan kolektif Footballtrophik yang kala itu baru saja merilis zine “Make Football : Memoar Dari Balik Pagar Tribun” (2022). Zine ini dirilis lewat kanal media Footballtrophika pada tanggal 06 April 2022. Tidak seperti rilisan Footballtrophika yang lain, zine ini dirilis dalam format digital dan diedarkan secara gratis.

Dari segi materi, zine “Make Football : Memoar Dari Balik Pagar Tribun” (2022) tersusun atas tulisan, foto, juga beberapa artwork. Seluruhnya dikemas dengan visualisasi sederhana dengan tanpa menanggalkan konteks zine sebagai media alternatif. Hal itu membuat zine “Make Football : Pengalaman Dari Balik Pagar Tribun” (2022) menawarkan pengalaman membaca yang berbeda. Pembaca dapat dengan mudah memahami pesan utama yang ingin disampaikan para kontributor meski dibaca dengan sekali duduk.

Baca Juga : Catatan dari Umbulan

Terdapat kurang lebih sebelas tulisan yang ditulis oleh suporter dari latar belakang yang beragam. Masing-masing tulisan berisi pemikiran, keresahan, dan tak terkecuali suka duka saat mendukung tim kebanggaan. Dari sebelas tulisan, empat di antaranya sangat menarik perhatian saya. Saya akan mengulas keempat tulisan itu dengan sesederhana mungkin.

Kredit Foto : Footballtrophika


Pertama yaitu tulisan berjudul “Memahami Pendukung Sepakbola Menggunakan Pendekatan Teori Dramaturgi” karya Salman Alfarisi berusaha menjelaskan perilaku suporter dari sudut pandang teori Dramaturgi yang digaungkan sosiolog berkebangsaan Amerika Serikat bernama Ervin Goffman. Menarik karena elaborasi yang dilakukan Salman berhasil menjelaskan peran ganda seorang suporter dalam konteks loyalitas terhadap klub (front line) juga lingkup sosial yang lebih luas (back stage).

Selanjutnya terdapat tulisan yang ditulis oleh Mayanesiaa dengan judul “Di Tribun, Aku Tetap Berdaulat Atas Tubuhku”. Tulisan Maya berisi pengalaman pertama saat ia memutuskan untuk mendukung kesebelasan PSIS Semarang kontra PSS Sleman dalam laga persahabatan (friendly match). Cerita yang menarik, terlebih karena dalam tulisan ini Maya sedikit menyentil stereotipe masyarakat soal budaya pergi ke stadion yang hanya diidentikkan dengan laki-laki. Ada juga tulisan berjudul “Tentang Sepak Bola dan Upaya Membangun Gerakan yang Terdesentralisir”. Lewat tulisan ini, Ragil meyakinkan pentingnya desentralisasi berbasis swakelola di lingkup komunitas suporter.

Terakhir ada tulisan “Persebaya Adalah  Panggilan Jiwa, Deruh Air Mata dan Sebuah Pengorbanan” karya kontributor Alail A’lal Mafakhir. Isinya merupakan pengalaman penulis saat mendukung Persebaya Surabaya, sejak era keemasan bahkan kejatuhannya. Menarik, sebab sebagai sesama Bonek, memoar yang ditulis Alail banyak mengingatkan saya pada pengalaman personal yang saya miliki. Saya jadi ingat pengalaman ketika saya baru mengenal Persebaya Surabaya dan memutuskan untuk menjadi pendukung setianya. Meski saya sendiri berasal dari Kota Sidoarjo, bahkan sempat menetap di Kota Malang untuk beberapa tahun. Apresiasi besar saya haturkan kepada Alail yang lewat ceritanya telah membantu saya mengingat ulang pengalaman itu, bahkan menginspirasi saya untuk menuliskannya di lain kesempatan.

Baca Juga : [ARSIP] Teks Wawancara Terkait Pagelaran Seni Teater Spilir

Selain keempat tulisan itu, tentu masih ada tujuh tulisan dengan topik menarik yang terlampau sayang untuk dilewatkan. Terlebih dibungkus dengan sebelas foto yang menyorot wajah sepak bola dalam bentuknya yang paling asli. Di lapangan, tanah kosong, dan jalan raya : setiap orang entah dewasa atau anak-anak, menjadikannya sebagai tempat untuk merayakan sepak bola. Selain membuat sedikit bernostalgia, penyematan foto tersebut dapat mengantarkan pembaca pada pembahasan isu yang lebih luas. Misalnya soal minimnya ruang bermain anak, atau isu perampasan ruang hidup yang secara tidak langsung mengancam eksistensi sepak bola di level akar rumput.

Hadirnya zine “Make Football : Memoar dari Balik Tribun” memperkaya perspektif tentang sepak bola yang selama ini hanya diwakili media arus utama. Keberadaannya patut dirayakan oleh segenap pecinta sepak bola lokal. Tak salah lagi, perayaan terbaik bagi pengetahuan adalah dengan mempelajari, mendiskusikan, juga mengedarkannya secara luas. Sebab seperti udara, pengetahuan adalah milik semua.

***


Informasi Zine

Judul : Make Football : Memoar dari Balik Tribun

Dirilis Oleh : Footballtrophika

Tahun Terbit : 2022

*UNDUH zine Make Football : Memoar dari Balik Tribun DI SINI.