
Oleh : Faris Fauzan Abdi
Anarkisme sedang naik pasang di bumi Twitter. Itu terjadi setelah juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) atas nama Dedek Prayudi — membuat sebuah tweet kontroversial mengenai ideologi yang satu ini. Dedek, ia menyatakan bahwa anarkisme, jika dilihat dari extremist individualnya — ia masih bisa dikategorikan dalam spektrum ideologi ultra kanan. Dan Dedek menambahkan bahwa sejatinya ideologi anarkisme ini, tidak cocok untuk diterapkan dalam konsep nation state atau negara kebangsaan.
Membaca pernyataan itu, netizen kesalnya bukan main. Mereka ramai-ramai mengkritik, menghujat dan memberikan rekomendasi bacaan kepada jubir PSI tersebut. Dan yang akan saya lakukan disini kurang lebih seperti mereka. Akan tetapi saya tidak akan mengkritik atau menghujat. Melainkan merekomendasikan sebuah film yang menurut saya ‘related’ dengan anarkisme.
Film tersebut adalah Les Anarchistes. Atau yang dalam Bahasa Inggris diterjemahkan sebagai The Anarchist. Dengan berlatar Kota Paris di tahun 1899, film ini bercerita tentang kisah pemberangusan kelompok anarkis pimpinan Elisee. Seorang anarkis sekaligus anak dari mantan aktivis Komune Paris.
Kelompok Elisee ini terdiri dari beberapa anggota sentral yang cukup revolusioner. Pertama, Elisee yang dalam film diperankan oleh Swan Arlaud. Kedua, kekasih Elisee bernama Judith Lollilard yang kebetulan diperankan oleh Adele Exarchopoulos. Ketiga, Eugene Leveque dan Biscuit yang diperankan oleh Guillaume Gouix dan Karim Leklou. Kempat, Marie dan Clothilde yang diperankan oleh Sarah Lepicard dan Emile de Preissac.
Mereka semua adalah buronan petugas keamanan di Paris. Pasalnya, mereka kerap mengadakan aksi-aksi bawah tanah untuk berperang melawan para borjuis dan pemerintah negara. Karena aksi yang mereka pimpin terbilang cukup terkonsolidasi, mereka selalu lolos dari penangkapan oleh petugas keamanan Paris.
Alasan itulah yang kemudian membuat petinggi kepolisian bernama Gaspar atau Cedric Kahn, berinisiatif untuk mengirimkan penyusup ke dalam kelompok Elisee. Penyusup itu adalah Jean Albertini. Seorang intelejen kepolisian yang dalam film diperankan oleh Tahar Rahim.
Karena Jean adalah penggemar tokoh anarkis Victor Serge, ia bisa dengan mudah untuk melebur dengan kelompok Elisee. Menjadi anggota keluarga, dan terlibat dalam beberapa aksi yang dimotori oleh kelompok Elisee. Tujuannya untuk mengumpulkan informasi mengenai kegiatan yang dilakukan oleh kelompok Elisee, kemudian membocorkannya kepada Gaspar.
Kerja-kerja Jean itulah yang pada akhirnya membuat kelompok ini beberapa kali mengalami intimidasi oleh pihak keamanan. Dan hal itu perlahan menyisakan rasa bersalah dalam diri Jean. Terbukti dalam beberapa aksi berikutnya, Jean tidak lagi memberikan informasi kepada Gaspar. Jean semakin mesra dengan kelompok Elisee. Tetap terlibat dalam aksi beresiko tinggi dengan kelompok ini dan menjalin hubungan gelap dengan kekasih Elisee yang bernama Judith Lollilard.
Sampai suatu ketika, sebuah tragedi mengerikan terjadi. Biscuit yang merupakan salah satu anggota dari kelompok Elisee tewas tertembak dalam aksi perampokan disebuah gereja. Kejadian itu berhasil membuat kemarahan kelompok itu memuncak. Selanjutnya, mereka ingin merampok sebuah bank.
Jean tidak bisa tinggal diam disini. Sebab, ia tahu bahwa aksi ini terlalu beresiko bagi kelompok Elisee. Namun disini ia tidak bisa apa-apa selain membujuk agar Judith tidak terlibat dalam aksi ini. Naasnya, Judith sama sekali tidak terhasut oleh bujuk rayu Jean.
Jean makin gelisah dan memutuskan untuk kembali menemui Gasper. Dalam pertemuan ini Jean menginformasikan semua yang akan dilakukan oleh Elisee dan kawan-kawan. Akan tetapi, ia juga meminta agar Judith tidak dilibatkan dalam persoalan ini. Dan ia sendirilah yang akan memastikannya.
Aksi terakhir itu pun dilakukan. Dalam aksi ini, Jean bersikeras memaksa Judith agar berjaga-jaga diluar bank. Tujuannya tentu saja agar Judith tidak dituduh terlibat dalam aksi besar ini. Singkat cerita, setelah itu semua kelompok Elisee terkepung oleh pihak kepolisian yang lebih dulu berada di tempat. Dan semua anggota kelompok Elisee berhasil diringkus oleh petugas kepolisian. Hanya dua orang yang tidak berhasil diringkus disini. Dua orang itu ialah Elisee dan Judith.
Elisee, ia memilih bunuh diri ditempat. Sebab bagi Elisee, kematian lebih baik daripada harus tertangkap dan menerima hukuman dari hukum yang diciptakan kelas penindas. Sementara Judith memilih berlari ke Amerika Serikat dan menjadi buron karena dinyatakan mengancan keamanan nasional oleh otoritas Paris. Film ditutup dengan jargon dari Judith yang cukup menggelegar : hidup anarki, hidup revolusi sosial !
Film ini terbilang cukup edukatif dan layak ditonton oleh setiap orang yang ingin mendalami dasar-dasar anarkisme. Sebab film ini memuat banyak intisari pemikiran anarkisme, cita-citanya, sampai bagaimana ia diterapkan dalam realitas kehidupan. Yang secara keseluruhan disampaikan secara tersurat melalui dialog dari para tokoh.
Film ini pun cukup mudah dipahami. Sebab, film memiliki alur cerita yang cukup mengalir. Dari sisi penokohannya pun terbilang cukup baik. Pasalnya, para aktor dan aktris film sangat menghayati peranan mereka masing-masing. Itulah yang membuat film ini mendapat dua penghargaan pada tahun 2016. Pertama, dalam César Awards dengan kategori aktor yang menjanjikan. Kedua, Lumiere Award dengan kategori sinematografi terbaik.
***
*BACA ulasan lengkap film melalui Internet Movie Database (IMDb). Link akses : https://m.imdb.com/title/tt4466336/
Ntul, long live circle A.
Long live conditionalism